Monday, January 28, 2013

FOTOGRAMETRI

Pada era informasi seperti sekarang ini, perkembangan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis semakin pesat. Perkembangan tersebut ditandai oleh perkembangan sensor (kamera, scanner, hingga hyperspectral). Pengelolaan dan penanganan data, maupun keragaman aplikasinya. (Hartono, 2004). Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh dalah pada bigang ilmu fotogrametri. Fotogrametri ialah ilmu, seni dan teknologi untuk memperoleh ukuran terpercaya dari foto udara. (Kiefer, 1993).
Dari pengertian tersebut obyek yang dikaji adalah kenampakan dari foto udara dengan menginterpretasinya menggunakan sistem penginderaan jauh. Akan tetapi analisis fotogrametri dapat berkisar dari pengukuran jarak, luas dan elevansi dengan alat atau teknik, sampai menghasilkan berupa peta topografik. (Kiefer, 1993).
Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu obyek serta keadaan di sekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran dan interpretasi bayangan fotografis (hasil pemotretan). Bedasarkan definisi tersebut, maka pekerjaan fotogrametri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
·  Metric fotogrametri, suatu pengukuran yang sangat teliti dengan hitungan-hitungannya untuk menentukan ukuran dan bentuk suatu objek.
·  Intrepretasi fotogrametri, kegiatan-kegiatan pengenalan dan identifikasi suatu objek.
Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan teknik untuk memperoleh data dan informasi tentang obyek dan gejala menggunakan alat tanpa kontak langsung denga obyek yang dikaji. (Hartono, 2004). Dalam penginderaan jauh terdapat interpretasi data baik itu berupa citra atau foto udara. Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Data pengindaran jauh berupa data digital dan data visual (manual). Dalam Interpretasi citra dilakukan melalui 6 tahap yaitu :
  •      Deteksi adalah penyadapan data secara selektif atas objek dan elemen dari citra. 
  •     Indentifikasi adalah proses penemukenali objek yang akan dikaji.
  •     Proses analisis atau pemisahan dengan penarikan garis batas kelompok objek atau elemen yang memiliki kesamaan wujud. 
  •    Deduksi yaitu proses yang sangat rumit yang dilakukan berdasarkan asas Konvergensi Bukti yaitu penggunaan bukti-bukti yang masing-masing saling mengarah ke satu titik simpul 
  •     Klasifikasi yaitu dilakukan untuk menyusun objek dan elemen ke dalam sistem yang teratur 
  •     Idealisasi yaitu : penggambaran hasil interpretasi tersebut 

Konsep Dasar Pemetaan Fotogrametri
Pengadaan data geo-spasial dalam rangka pemetaan suatu daerah / kawasan antara lain dapat dilakukan melalui metode :
  • Terestrial ( pengukuran langsung di lapangan )
  • Fotogrametri ( pemotretan udara )
  • Penginderaan Jauh
  • GPS
Fotogrametri adalah suatu metode pemetaan objek-objek dipermukaan bumi yang menggunakan foto udara sebagi media, dimana dilakukan penafsiran objek dan pengukuran geometri untuk selanjutnya dihasilkan peta garis, peta digital maupun peta foto. Secara umum fotogrametri merupakan teknologi geo-informasi dengan memanfaatkan data geo-spasial yang diperoleh melalui pemotretan udara. Mengapa metode fotogrametri banyak dipakai dalam pembuatan geo-informasi ? karena :
  • Obyek yang terliput terlihat apa adanya
  • Produk dapat berupa : peta garis , peta foto atau kombinasi peta foto-peta garis
  • Proses pengambilan data geo-spatial relatif cepat
· Efektif untuk cakupan daerah yang relatif luas
Sebagai bahan dasar dalam pembuatan geo-informasi secara fotogrametris yaitu foto udara yang saling bertampalan (overlaped foto). Umumnya foto tersebut diperoleh melalui pemotretan udara pada ketinggian tertentu menggunakan pesawat udara.

Skala Foto Udara
Pengertian skala foto udara adalah perbandingan jarak pada foto udara dengan jarak di permukaan bumi
Penentuan skala:
S = f/H
Keterangan :
S : skala                                                                       f : panjang fokus lensa
h : tinggi


Sumber :

FORAMINIFERA BESAR

Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Bentos hidup di pasir, lumpur, batuan, patahan karang atau karang yang sudah mati. Substrat perairan dan kedalaman mempengaruhi pola penyebaran dan morfologi fungsional serta tingkah laku hewan bentik. Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik serta jenis makanan bentos.

Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Allard and Moreau, 1987); APHA, 1992). Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan (Lind, 1985).

Pengertian
Istilah foram besar diberikan untuk golongan foram bentos yang memiliki ukuran relatif besar, jumlah kamar relatif banyak, dan struktur dalam kompleks. Umumnya foram besar banyak dijumpai pada batuan karbonat khususnya batugamping terumbu dan biasanya berasosiasi dengan alga yang menghasilkan CaCO3 untuk tes foram itu sendiri.

Di Indonesia foraminifera bentos besar sangat banyak ditemukan dan bisa digunakan untuk menentukan umur relatif batuan sedimen dengan menggunakan zonasi foraminifera bentos besar berdasarkan Adams (1970).



 Perkembangan Foram Besar di Indonesia
Foraminifera bentos besar mulai aktif dipelajari di Indonesia sejak tahun 1925. Pioner-pionernya antara lain :
  • Van der Vlerk & Umbgrove
  • Rutten 
  • Hohler
  • Tan Sin Hok
  • Adam
  • Hanzawa & Abe
Dalam perkembangannya di Indonesia banyak dikembangkan oleh Vlerk & Umbgrove (1972) yaitu mengklasifikasi umur foram berdasar klasifikasi huruf. Klasifikasi ini sangat populer karena menggunakan huruf-huruf (Ta-Tb), klasifikasinya sangat terbuka, cukup didasarkan pada genus-genus foraminifera besar saja. Selain itu juga ada klasifikasi huruf oleh Adam (1970,1984).

Klasifikasi Foraminifera Besar
Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagian besar hidup didasar laut degan kaki semu dan tipe Letuculose, juga ada yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae. Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh sekat atau septa yang disebut suture . aperture terletak pada permukaan septum kamar terakhir. Hiasan pada permukaan test ikut menentukan perbedaan tiap–tiap jenis. Foraminifera besar bentonik baik digunakan untuk penentu umur. Pengamatan dilakukan degan mengunakan sayatan tipis vertikal, horizontal, atau, miring di bawah miroskop. Pemberian sitematik foraminifera bentonik besar yang umum ( A. Chusman, 1927):

Famili Discocyclidae
a.   Genus Aktinocyclina : kenampakan luar bulat, tidak berbentuk bintang, di jumpai rusak – rusak yang memancar.
b. Genus Asterocyclina : kenampakan luar seperti bintang polygonal, dijumpai rusak – rusak radier.
c.   Genus Discocyclina : kenampakam luar merupakan lensa, kadang bengkok menyerupai lensa, kadang bengkok menyerupai pelana, kelilingnya bulat degan/ tanpa tonggak – tonggak.

Famili Camerinidae
a.    Genus Asslina : kenampakan luar pipih (lentukuler) discoidal, test besar ukuran 2 – 50 mm, di jumpai tonggak – tonggak.
b.    Genus Cycloclypeus : kenampakan luar seperti lensa dan kamar sekunder yang siku – siku terlihat dari luar.
c.    Genus Nummulites : kenampakan luar seperti lensa, terputar secara planispiral, hanya putaran terluar yang terlihat, pada umumnya licin.

Famili Alveolinelliadae
a.    Genus Alveolina : kenampakan luar berbentuk telur/slllips (fusiform), panjang kurang lebih 1 cm.
b.    Genus Alveolinella : bentuk sama degan Alveolina panjang sumbunya 0,5 – 1,5 cm serta ada suatu kanal (pre septa). Celah – celahnya tersusun menjadi 3 baris dan tersusun bergantian, tetapi sambung menyambung.

Famili Miogpsinidae
a.      Genus Miogypsian : kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong hingga bulat, kadang seperti bintang/pligonal, permukaan papilliate, sering di jumpai tongkak.
b.      Genus Miogypsinoides ; kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong dan kulit luarnya datar.

Famili Calcarinidae
a.    Genus Biplanispira : kenampakan luar pipih hingga seperti lensa, discoidal, hampir bilateral simetri dengan/tanpa tonggak.
b.   Genus Pellatispira : kenampakan luar seperti lensa (lentikuler) dan bulat sering dijumpai tonggak.

Famili Orbitoididae
a.  Genus Lepidocyclina : kenampakan seperti lensa (lentiluler) pipih cembung, discoidal, permukaan test papilate, halus reticulate, pinggirnya bisa bulat, kadang seperti batang atau polygonal.

Kegunaan Foraminifera Besar
Kegunaan foraminifera bentos besar dalam geologi sangat banyak, antara lain seperti :
  • Menentukan umur relatif batuan sedimen menggunakan biozonasi foraminifera bentos besar.
  • Menentukan lingkungan pengendapan batuan sedimen.

Kesimpulan
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Dalam perkembangannya di Indonesia banyak dikembangkan oleh Vlerk & Umbgrove (1972) yaitu mengklasifikasi umur foram berdasar klasifikasi huruf. Kegunaan foram bentos besar dalam dunia geologi yaitu untuk menentukan umur relatif batuan sedimen dengan menggunakan bozonasi foram besar, menentukan lingkungan pengendapan.
      
Sumber


SABO

            Nama sabo berasal dari bahasa Jepang. Sa berarti pasir, sedangkan bo berarti pengendalian. Dam sabo lebih kurang berarti bendungan pengendali pasir atau material vulkanik. Secara teknis, dam sabo adalah bangunan mengambang (fondasi dangkal) yang tersusun secara seri dalam satu kesatuan sistem penanggulangan sungai. Pada satu badan sungai ada lebih dari satu dam sabo.
Teknologi Sabo atau lebih populer dengan sebutan Tekno Sabo adalah teknologi untuk mencegah terjadinya bencana sedimen dan mempertahankan daerah hulu terhadap kerusakan lahan. Tujuan dari pembangunan prototipe Sabo dam adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bangunan prototipe sabo dam terhadap pengurangan sedimentasi waduk, karena fungsi dari sabo dam adalah untuk menahan, menampung dan mengendalikan sedimen. Semula, teknologi ini dipergunakan untuk mengendalikan material lahar gunung api.
Kondisi alur sungai awal pasca pembangunan sabo dam perlu diketahui, dan secara berkala bentuk alur ini diamati perubahan-perubahannya, utamanya setelah terjadi banjir, sehingga dapat diketahui perubahan dasar sungai (riverbed fluctuation) dari waktu ke waktu, maka volume sedimen yang mengendap pada alur sungai dapat dihitung dan selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan pengaruh pembangunan sabo dam terhadap pengurangan sedimentasi waduk.

Dasar Pemikiran Penggunaan Tekno Sabo untuk Pengendalian Sedimentasi Waduk

Untuk memberikan salah satu solusi kepada semua pemangku kepentingan, terutama kepada pengelola waduk, Balai Besar Wilayah Sungai, pemerintah daerah tentang bagaimana teknologi sabo dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif untuk mengendalikan aliran sedimen yang berasal dari erosi lahan dan sumber lain yang terangkut masuk ke waduk dengan :
·         Evaluasi kinerja prototipe sabodam tipe tertutup untuk mengendalikan angkutan sedimen
·     Analisa hidrologi model petak pengukuran erosi lahan dan analisa hidrologi model DAS pengukuran angkutan sedimen, apabila dimasa mendatang model tersebut telah dapat dibuat.

Jenis Sabo
Salah satu jenis dam sabo adalah dam konsolidasi yang berfungsi sebagai penahan. Dam sabo jenis ini biasanya terletak di paling hulu sungai jalur aliran lahar. Dam ini merupakan perisai pertama penahan aliran lahar panas untuk mengurangi risiko kerusakan.
Dam lain adalah jenis check dam atau dam pengendali. Fungsi dam ini adalah untuk menampung material lahar, terutama material berukuran besar, seperti batu. Karena itu, sabo jenis ini biasa disebut kantong lahar.
Selain dua jenis dam sabo tersebut, terdapat dam sabo jenis groundsill. Fungsinya adalah untuk menyetabilkan dasar sungai sesuai yang direncanakan. Groundsill yang diletakkan di dasar sungai, misalnya, dimaksudkan menambah kedalaman sungai. Adapun groundsill yang diletakkan lebih tinggi dari dasar sungai dimaksudkan untuk meninggikan dasar sungai. Fungsi groundsill sering terganggu aktivitas penambangan pasir di sekitarnya.

Prinsip Kerja
Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Waduk merupakan suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai utama dan anak-anak sungai yang terletak di dalam wilayah DAS tersebut. Secara alami air mengalir dari hulu ke hilir sesuai hukum gravitasi. Waduk serbaguna diharapkan dapat bermanfaat maksimal selama kurun waktu yang direncanakan, oleh karena itu perlu diupayakan pengurangan laju sedimentasi waduk. Terdapat tiga metode dasar untuk mengurangi laju sedimentasi waduk ( WMO, 948) :
1.      Mengurangi volume sedimen yang masuk waduk dapat dilakukan dengan cara :
·         mereduksi erosi DAS hulu waduk
·         menangkap sedimen sebelum memasuki waduk
2.    Memindahkan endapan sedimen dari dalam waduk dengan cara pengerukan, menggelontor, dan lain lain
3.      Membilas aliran yang membawa sedimen untuk menurunkan volume sedimen yang mengendap
Untuk menanggulangi meningkatnya laju sedimentasi di waduk perlu dilakukan usaha pencegahan dari terjadinya erosi atau terangkutnya material oleh aliran air sungai dari bagian hulu. Ada dua sumber sedimen yang terangkut oleh anak-anak sungai yaitu material dasar yang membentuk dasar sungai dan material yang datangnya dari tebing-tebing sungai yang longsor. Sehingga dalam studi ini usaha umtuk memperkecil alngkutan sedimen yang masuk di waduk direncanakan dengan membuat fasilitas bangunan sabo. Dipilihnya fasilitas bangunan sabo karena meterial yang ada di sungai-sungai tersebut di atas merupakan material yang berupa pasir, kerikil, dan batu-batuan (krakal).


Sumber
http://jcpoweryogyakarta.blogspot.com/2009/01/sabo-dam.html
http://machmudjunus.files.wordpress.com/2009/05/sabo2.jpg
            http://rumahpengetahuan.web.id/dam-sabo-penahan-lahar/



KONOSKOP DAN OTHOSKOP

Pengenalan  mineral yang terdapat pada batuan umumnya secara mikroskopis dilakukan dengan pertolongan mikroskop polarisasi. Mikroskop demikian berbeda dengan mikroskop yang dipakai dalam penyeledikan biologi.
Batuan yang akan di selediki itu sebelum disayat menjadi tipis, diletakan dengan Balsam Kanada pada sebuah kaca tipis. Batuan yang telah diletakan pada kaca ini kemudian ditipiskan hingga mencapai ketebalan kurang lebih 0.03 mm. untuk mencegah agar batuan yang telah di tipiskan tidak rusak maka ditutup dengan kaca penutup.

Pengamatan Secara Orthoskop
·         Nikol Sejajar
Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik; triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain. Setiap sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-masing sumbu kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda. Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat diamati pada posisi sejajar atau diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar.
Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat / besarnya pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan erat dengan sifat indek biasnya; Ngelas & Nobyek. Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral yang satu dengan yang lain. Namun, suatu mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara, sehingga reliefnya lebih tinggi.
Pleokroisme
Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti sistem kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol sejajar
Bentuk Kristal atau Mineral
Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti pertumbuhan / tata aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti mengikuti susunan atom dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya. Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar, menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna, karena pembekuannya / pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya kurang sempurna, begitu pula sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kristalisasi mineral secara umum.
Belahan
Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga. Pada umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal tertentu, sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk / dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya. Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan / terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.
Pecahan
Pecahan adalah kecenderungan suatu mineral untuk hancur atau pecah secara tidak beraturan. Suatu mineral ada yang memiliki pecahan dan belahan, namun ada juga yang hanya memiliki pecahan saja.
Warna absorbsi, Ukuran MineralIndeks bias

·         Nikol Silang

     A.    Sifat Birefringence (BF)
Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis, interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03 mm. Warna interference dapat dilihat dari posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan dilanjutkan melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF). Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak dari 0,03 mm. Orde warna interferensi dan birefringence menggunakan tabel warna Michel-Levy.

     B.     Sifat Kembaran (Twinning)
Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal saat pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang. Berhubungan dengan sifat pemadamannya.

     C.     Sudut Pemadaman (Extinction)
Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi kristalografik. Mineral anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90o. Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah. Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer atas, dan mineral terlihat gelap.

     D.    Orientasi Optik
Menggunakan istilah Substraksi dan Adissi dalam pengamatannya, dan dalam pengamatan tersebut juga digunakan istilah length fast dan length slow.

Pengamatan Konoskop
            Pengamatan konoskop adalah pengamatan sayatan mineral dengan cahaya yang mengerucut. Pengamatan ini berfungsi untuk mengetahui kenampakan gambar interfrensi yang meliputi isogire, isofase, dan melatope. Tujuan dari pengamata secara konoskop yaitu:
·         Untuk mengetahui arah sayatan
·         Menentukan sumbu optik (uniaxial atau biaxial)
·         Menentukan tanda optik (positif atau negatif)
·         Menentukan sudut sumbu optis (2V)

      a.      Sumbu Optis Satu (Uniaxial)
Terdapat pada mineral dengan sistem kristal hexagonal, trigonal, dan tetragonal yang memiliki dua sumbu indikatrik. Tanda negatif (-) ditandai dengan sinar extraordinary lebih cepat ketimbang sinar ordinary. Sedangkan tanda ositif (+) sinar extraordinary lebih lambat ketimbang sinar ordinary.

      b.      Pengamatan Sumbu Optis Dua (Biaxial)
Terdapat pada mineral dengan sistem kristal orthorombik, monoklin, dan triklin dengan tiga sumbu indikatrik yaitu X (Sinar Optis), Y (Sinar Intermediet), dan Z (Sinar Lambat).
Tanda positif (+) terjadi bila sumbu indikatrik sinar Z berhimpit dengan garis bagi sudut lancip (BSL) dan sumbu indikatrik sinar X berhimpit dengan garis bagi tsudut tumpul (BST). Sedangkan tanda negatif (-) terjadi bila sumbu indikatrik sinar Z berhimpit dengan garis bagi sudut tumpul (BST) dan sumbu indikatrik sinar X berhimpit dengan garis bagi sudut lancip (BSL).         


Sumber :
            Laporan Mineralogi Optik IST Akprind Yogyakarta (Delio Manuel)
            http://google.com/konoskop/
            http://google.com/orthoskop/

SIKLUS BATUAN (ROCK CYCLE)

Bumi ini tersusun atas empat jenis batuan, yaitu batuan beku, sedimen, metamorf, dan batuan piroklastik. Batuan-batuan tersebut pastinya mengalami proses pembentukan, pelapukan dan proses geologi lainnya. Semua batuan akan mengalami pelapukan dan erosi menjadi butiran-butiran atau bagian-bagian yang lebih kecil dan akhirnya bisa membentuk batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen dan beku jika mengalami proses metamorfisme akan membentuk batuan metamorf. Batuan metamorf ini juga bisa meleleh jadi magma dan kemudian kembali menjadi batuan beku. Semua ini disebut siklus batuan atau Rock Cycle. Ada beberapa proses penting yang terlibat dalam siklus batuan, antara lain:

1. Pelapukan
Di bumi ini kita mengenal ada 3 jenis pelapukan, yaitu:
  • Fisis : mulai suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan mengalami pelapukan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-rekahan yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga proses-proses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
  • Kimiawi : kita bisa mengambil contoh pelapukan kimiawi dari air, beberapa batuan dapat bereaksi dengan air seperti gamping, sehingga menyebabkan larut dan melapuknya batu gamping menjadi lebih bagian yang lebih sederhana. Bisa juga pelapukan yang disebabkan larutan kimia HCl, dan disolusi
  • Biologis : kita bisa mengambil  contoh pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar dari tanaman yang besar bisa membuat rekahan-rekahan di batuan sehingga dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih sederhana lagi.
           2. Erosi dan Transportasi
Bagian-bagian dari batuan yang telah lapuk mengalami proses erosi karena sudah menjadi partikel atau bagian-bagian yang lebih kecil atau sederhana. Ada beberapa medium atau cara tererosinya suatu batuan, antara lain:
  • Grafitasi: gravitasi bumi menyebabkan pecahan tau bagian-bagian dari batuan yang telah lapuk otomatis jatuh ke tanah atau ke bawah sehingga tertimbun dan terakumulasi.
  • Air : kita dapat melihat dengan jelas transportasi yang disebabkan oleh air yaitu di sungai.
  • Angin : angin juga dapat menyebabkan butiran-butiran hasil pelapukan akan tererosi atau tertiup dan terendapkan di suatu tempat seperti halnya di gurun pasir.
  • Glasier : sungai es atau yang sering disebut glasier seperti yang ada di kutub dapat mengerosi batuan-batuan yang ada.
           3. Deposisi dan Sedimentasi
Lama kelamaan hasil dari transportasi tersebut mengalami proses deposisi yaitu terendapkan di suatu tempat. Pengendapan tersebut terjadi secara berangsur-angsur sehingga menghasilkan deposisi yang makin banyak dan karena sifat butiran yang kasar dari batuan yang telah lapuk lebih besar massanya dari pada yang berbutir halus maka yang berbutir kasar umumnya akan terendapkan dibagian yang lebih bawah ketimbang yang berbutir halus yang disebut dengan proses sedimentasi. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa yang berbutir halus akan terendapkan di bagian bawah apabila sudah mengalami pengerasan lebih dulu.

4. Kompaksi dan Sementasi
Ketika perlapisan di batuan sedimen terbentuk, tekanan yang ada di perlapisan yang paling bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Pertambahan tekanan ini menyebabkan air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang  disebut dengan kompaksi. Saat yang bersamaan juga, butiran-butiran yang ada dalam lapisan mulai mengeras. Adanya semen seperti lempung, silika, atau kalsit diantara butiran-butiran yang ada membuat butiran tersebut menyatu membentuk batuan yang lebih padat dan keras yang kita sebut sebagai sementasi. Batuan sedimen seperti batu pasir, batu lempung, dan batu gamping dapat dibedakan dari batuan lainnya melalui adanya perlapisan, butiran-butiran sedimen yang menjadi satu akibat adanya semen, dan juga adanya fosil yang ikut terendapkan saat pecahan batuan dan fosil mengalami proses erosi, kompaksi dan akhirnya tersementasikan bersama-sama.

5. Metamorfisme
Di bagian bumi yang cukup dalam terdapat aktivitas bumi yang menyebabkan adanya suhu yang panas dan tekanan yang tinggi. Batuan-batuan yang terkena suhu dan tekanan ini akan terubah menjadi batuan yang baru disebut dengan batuan metamorf. Proses ini sering disebut proses metamorfisme. Semua batuan yang ada dapat mengalami proses metamorfisme. Namun proses metamorfisme terjadi dari fase padat ke padat tanpa fase cair, artinya apabila melalui fase cair maka batuan tersebut akan meleleh jadi magma, sehingga batuan yang terbentuk setelah itu adalah batuan beku bukan metamorf. Jadi metamorfisme terjadi pada kedalaman dan suhu tertentu yaitu 1000C – 6500C dan dengan kedalaman 5 – 40 km. Metamorfisme sendiri ada beberapa tipe, antara lain:

  1. Metamorfisme Thermal : diakibatkan oleh kenaikan temperature, artinya yang lebih dominan adalah T daripada P. Proses ini terjadi pada intrusi atau ekstrusi dengan batuan disekitarnya.
  2. Metamorfisme Dinamo : diakibatkan oleh kenaikan P yang lebih dominan dibandingkan T yang biasanya terjadi di daerah subduksi.
  3. Metamorfisme Regional / Dinamo Thermal : diakibatkan kenaikan P dan T bersama-sama, biasanya terjadi di daerah pemekaran lantai samudra.
     6. Melting dan Magma
Dalam siklus batuan dijelaskan bahwa batuan sedimen, dan beku apabila mengalami peningkatan atau penambahan tekanan dan temperatur akan berubah secara  menjadi batuan metamorf, kemudian jika suhunya makin tinggi akan terjadi peleburan batuan tersebut dan cairan tersebut disebut magma. Proses peleburan atau melting tersebut menghasilkan magma. Teori tektonik lempeng menjelaskan bahwa bumi kita ini selalu berubah. Di tengah samudra, lempeng  bergerak saling menjahui, dan di sisi lain lempeng samudra tersebut akan menunjam di bawah lempeng benua.
Sifat magma yang mobile dikerenakan gas-gas volatilnya menyebabkan magma bergerak berusaha menerobos batuan penghalang atau yang ada di sekitarnya, sehingga kalau membeku akan membentuk batuan beku.




Sumber
http://en.wikipedia.org/wiki/Rock_cycle
http://images.google.co.id/imglanding?q=rock%20cycle&imgurl=http://www.up.ac.za/academic/geog/community/rock%2520cycle.bmp&imgrefurl=http://www.up.ac.za/academic/geog/community/damiano.htm&usg=__GonOGezkU7yqcZ8kevUCV-CAmTE=&h=428&w=537&sz=674&hl=id&um=1&itbs=1&tbnid=s2VSRzM-V1aESM:&tbnh=105&tbnw=132&prev=/images%3Fq%3Drock%2Bcycle%26hl%3Did%26sa%3DN%26um%3D1&sa=N&um=1&start=3#tbnid=cS79z6digcOrQM&start=16
http://www.cotf.edu/ete/modules/msese/earthsysflr/rock.html
http://www.windows.ucar.edu/tour/link=/earth/geology/rocks_intro.html
http://creation.com/the-rock-cycle

GENESA GABRO

Pengenalan

Gabro adalah batuan berbutir kasar tersusun dari mineral utama plagioklas, feldspar dan pyroxene. Pada dasarnya, gabro adalah intrusif (plutonik) setara dengan basalt, tetapi basalt secara umum sangat homogen dalam komposisi mineraloginya. Pada dasarnya, batuan beku merupakan salah satu jenis batuan yang terjadi atau terbentuk dari hasil pembekuan larutan silikat cair, pijar, bersifat mudah bergerak mobile, mengandung gas folatil yang sering kita kenal dengan istilah magma. Berdasarkan susunan mineraloginya dan proses pembentukannya batuan beku dapat dibagi menjadi dua yaitu batuan beku ekstrusi dan batuan beku intrusi, dimana batuan ekstrusi adalah batuan beku sebagai hasil pembekuan magma yang keluar di atas permukaan bumi tersebut baik di darat maupun di bawah permukaan air laut. Sedangkan batuan beku intrusi adalah batuan hasil pembekuan magma di bawah permukaan bumi.

Berdasarkan komposisi kimiawinya

a.    Batuan beku asam, bila batuan beku tersebut mengandung > 66 % SiO2.
b.    Batuan Beku Intermediet ( Menengah )
Bila batuan tersebut mengandung 52 % - 66 % SiO2. Contoh : Diorit dan Andesit.
c.    Batuan Beku Basa
Bila batuan tersebut mengandung 45 % - 52 % SiO2. Contoh : Batuan ini adalah Gabro dan Basalt.
d.    Batuan Beku Ultra Basa
Bila batuan beku tersebut mengandung < 45 % SiO2. Plaglioklas Ca, piroksen dan hornblende.

Gabro merupakan salah satu dari beberapa macam contoh jenis batuan beku, dimana batu gabro ini termasuk dalam batu beku basa ( 45 %- 52 % SiO2 yang terbentuk secara plutonik. Sehingga batu gabro terbentuk pada kedalaman yang sangat besar dan mempunyai ukuran kristal lebih dari 1 mm, dengan mineral penyusunnya terang, dan memiliki derajat kristalisasi cenderung holokristalin, sehingga tersusun oleh masa kristal seluruhnya. Ada beberapa keluarga batu gabro menurut penyusun mineral utama, yakni keluarga gabbro-basalt: intermediet-mafik, mineral utama plagioklas (Ca), sedikit Qz dan K-felspar. keluarga gabbro – basalt foid: intermediet hingga mafik, mineral utama felspatoid (nefelin, leusit, dkk), plagioklas (Ca) bisa melimpah ataupun tidak ada sama sekali Kelompok Gabr-Basalt tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral olivine,



Deskripsi Megaskopis
·         Jenis Batuan         : batuan beku basa plutonik

·         Sifat kimia           : basa

·         Warna                  : abu-abu gelap

·         Struktur                : masif

·         Tekstur                 : Derajat Kristalisasi    : holokristalin
                          Derajat Granularitas  : faneroporfiritik kasar, 5mm
                                      Kemas  :
- B. Kristal                : anhedral
- Relasi                     : equigranular

·         Komposisi           : Kuarsa                         : 10%<10 span="">
                                      Plagioklas                   : 45%
                                      Piroksen                      : 35%
                                      K-Feldspar                  : 10 %

·         Deskripsi komposisi
Kuarsa        (10%)    : warna putih, kekerasan 7, gores putih, bentuk tabular, belahan 3 arah, kilap kaca<10 3="" 7="" :="" ada="" arah="" belahan="" bening="" bentuk="" berwarna="" cenderung="" dan="" dengan="" hingga="" juga="" kaca="" kadang="" kekerassan="" kilap="" kristal="" lemak.="" nbsp="" o:p="" perawakan="" putih="" tabular="" tanpa="" teratur="" tidak="" warna="">
Plagioklas  (45%)    :warna putih susu hingga abu – abu ,kekerasan 6, belahan 3 arah, gores putih, bentuk dan perawakan Prismatik /  tabular kadang panjang, massif ataupun membutir, kilap kaca, kilap kaca hingga kilap lemak.
Piroksen    (35%)     :hitam kehijauan, kekerasan 5,5-6, belahan 2 arah saling tegak lurus, pecahan uneven, cerat putih, bentuk dan perawakan prismatic / tabular pendek,kadang membutir dan massif , kilap kaca permukaan halus.
K-Feldspar (10%)    :warna bening, kadang merah jambu, hijau, putih dll, kekerasan 6, belahan 2 arah, belahan dan perawakan prismatic / tabular,panjang massif kadang membutir, kilap kaca hingga lemak.

·     Nama Batuan  : Batu Gabro

·    Genesa         : Batuan beku ini terbentuk langsung dari pembekuan magma. Warnanya yang gelap mengindikasikan bahwa batuan ini terbentuk dari magma yang bersifat basa. Batuan ini membeku pada kedalaman dangkal atau merupakan intrusi dangkal sehingga termasuk pada batuan beku hypabisal, biasanya dalam bentuk tubuh batuan beku dyke atau sill. Batuan ini pejal atau masif karena tidak mengalami gaya endogen yang mengakibatkan adanya retakan.

·  Kegunaan      : Penggunaan batu  gabro sementara ini adalah untuk penghasil pelapis dinding ( sebagai marmer dinding ) rumah-rumah kelas menengah ke atas.

Ganesa Batu Gabro Berdasar Hasil Pendiskripsian

Batuan ini berwarna abu-abu gelap, menunjukkan kandungan silika rendah sehingga magma asal bersifat basa. Kaitan antara kandungan silika dengan sifat magma , bahwa magma yang mengandung cukup banyak silika sehingga mampu mengikat semua logam basa dan masih menyisakan silika, disebut sebagai kelewat jenuh, sehingga kelebihan silika tersebut membentuk kristal silika seperti kuarsa.
     Struktur batuan ini adalah masif, tidak terdapat rongga atau lubang udara maupun retakan-retakan. Batuan ini masih segar dan tidak pernah terkena gaya endogen yang dapat meninggalkan retakan pada batuan.
      Derajat kristalisasi sempurna, bahwa batuan ini secara keseluruhan tersusun atas kristal sehingga disebut holokristalin. Tekstur seperti ini menunjukkan proses pembentukan magma yang lambat. Ion-ion penyusun mineral pada batuan, dalam lingkungan bertekanan tinggi dan temperatur yang luar biasa tinggi dapat bergerak sangat cepat dan menyusun dirinya sedemikian rupa sehingga membentuk suatu bentuk yang teratur dan semakin berukuran besar. faktor waktu sangat penting bagi ion-ion untuk membentuk orientasi yang tepat untuk mengkristal. Dengan demikian, maka seharusnya tekstur holokrsitalin terbentuk di bawah permukaan bumi dimana terdapat tekanan yang sangat tinggi yang dapat mempertahankan  suhu yang tinggi.
      Ukuran butir kasar berukuran 5 mm dan seragam / equigranular. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa semakin kasar ukuran butir kristal berarti semakin tinggi kondisi temperatur saat pembentukannya. semakin tinggi temperatur semakin jauh posisinya dari permukaan. ukuran butir yang equigranular dapat berarti bahwa mineral terbentuk pada lokasi yang sama di bawah permukaan.
    Fabric atau hubungan antar kristal batuan ini adalah anhedral yaitu bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang tidak sempurna. Hal ini terjadi karena dalam pembentukannya, telah terbentuk beberapa mineral lain yang menempati ruang dimana mineral ini terbentuk, sehingga terjadi  penyempitan ruang, menyebabkan sisi mineral ini dibatasi sisi mineral lainnya. Hal ini dapat terjadi jika mineral berada pada golongan intermediate sampai felsik pada Bowen’s Reaction Series.



Sumber :
  1. http://www.grdc.esdm.go.id/index.php/fokus/studi-cekungan/78-stratigrafi-lajur-volkano-plutonik-daerah-gorontalo-sulawesi.html
  2. http://earlfhamfa.wordpress.com/2009/04/26/batuan-beku/
  3. http://www.sandatlas.org/gabbro/
  4. http://geology.com/rocks/gabbro.shtml